I’m a big detective stories fan. Rasanya dari sekian banyak genre buku atau film, yang selalu menjadi favorit gue adalah kisah-kisah detektif. Dari Sherlock Holmes, Detective Conan, Kindaichi, sampai yang terakhir jadi idola adalah karakter dari buku terbarunya J.K Rowling yang bernama Cormoran Strike. Tapi walaupun suka banget sama kisah detektif, gue sama sekali ga pernah tertarik untuk membaca buku-bukunya Agatha Christie. Emejing bukan? Secara karya-karyanya Agatha Christie ini rasanya juga ga kalah fenomenal. Sebanding lah dengan novel-novel karangan Sir Conan Doyle, a.k.a penulis karakter Sherlock Holmes.
Sampai akhirnya gue menonton film Murder on The Orient Express (MoTOE) saat pulang kampung tahun lalu.
Sebenarnya saat menonton MoTOE bukanlah pertama kalinya gue “berkenalan” dengan sang karakter utama, yaitu detektif Hercule Poirot. Di salah satu TV lokal di Swedia, setiap hari Selasa malam selalu ditayangkan drama TV dengan karakter yang sama, dimana cerita-ceritanya diambil dari novel-novel yang sudah diterbitkan selama ini. Tapi entah kenapa, gue ga pernah menonton drama TVnya secara utuh dari awal sampai habis. Baru juga nonton 5 menit, udah gue ganti ke channel lain. Ga ngerti juga kenapa gue segitu ga sukanya sama Poirot.
banner image from foxmovies.com
Kembali lagi ke pengalaman nonton MoTOE di bioskop. Selama menonton itu gue merasa terkejut dengan karisma yang dipancarkan oleh sang karakter utama. Dulu, kesan gue akan Hercule Poirot itu apa yaaa… hmmm… “dull” kali yaaa.. Mungkin karena saat itu gue selalu membandingkannya dengan Sherlock, yang dimana baik di versi buku, drama TV atau film, rasanya kok orang itu tingkahnya selalu chaos, urakan, random, gedabrukan. Pokoknya jauh lah dibanding Poirot yang kalem. Mungkin juga pemeran Hercule Poirot di versi film yang gue tonton kemarin juga berhasil menunjukkan kharisma sang detektif (walau secara fisik, ga mirip sama yang di buku yah?), makanya sampai menjadi favorit banyak orang. Yang pasti sih, setelah nonton filmnya, gue langsung membeli versi bukunya.
Cuma, walau udah mencoba membaca versi bukunya, awal-awal gue kok masih ga sreg juga sama novel karya Agatha Christie ini. Cara beliau menggambarkan karakter-karakter di cerita itu bagi gue random aja. Kalau ga salah inget, salah satu ciri-ciri yang diutarakan di buku adalah “wajahnya yang jelek seperti kambing”, or something like that. Trus gue cuma melongo.. Bokk… kejem amat sih deskripsinya.. nyahahahaha.. *langsung ilfil*. Gara-gara itulah, buku tersebut gue tinggalkan begitu saja di rumah ortu di Indonesia *biarin aja dibilang sensitip*.
Namun sekarang… bisa dibilang gue salah satu penggemar Hercule Poirot. Bahkan tiap malam rasanya gue selalu di nina bobokan dengan kisah-kisah misterinya.
Semua berawal dari gue mencoba beberapa promo gratis layanan audiobook berbayar. Jadi selama sebulan penuh gue mendapat kesempatan untuk mendengarkan berbagai macam audiobook dari berbagai macam penulis dan novel-novelnya. Saat mendapat layanan itu, gue gunakan untuk mendengarkan audiobook MoTOE dalam bahasa Inggris. Di pikiran gue saat itu, mungkin kalau didengarkan dalam bahasa aslinya, deskripsi karakter yang sebelumnya gue anggap absurd, bisa lebih dimaklumi. Dan ternyata dugaan gue benar. Mendengarkan versi audiobooknya memang jauh lebih menyenangkan daripada membaca bukunya sendiri. Di tambah lagi suara Dan Stevens yang kebetulan menjadi naratornya, menurut gue pas banget. Bikin pengalaman mendengarkan audiobooknya menjadi lebih seru.
Dari situ gue mulai mendengarkan satu per satu setiap seri kisah Hercule Poirot. Dari awal kemunculannya di The Mysterious Affair at Styles sampai buku terakhirnya, Curtain, yang menurut gue bagus banget. Tapi sampai sekarang yang menjadi favorit gue banget adalah buku ke-4 di seri Poirot, yang berjudul The Murder of Roger Ackroyd. Asli, kisah di buku ini keren sekaliiiiiii. ??
beberapa buku yang udah didengerin
Sekarang, setelah 3 bulan selalu mendengarkan kisah Poirot, gue mulai kehabisan bahan “bacaan”. Gue mencoba mendengarkan buku-buku karangan Agatha Christie yang lain, seperti contohnya kisah-kisah detektif Miss Marple atau kisah misteri lepasannya. Tapi entah kenapa, kalau ga ada Poirotnya, seperti ada elemen yang kurang. Pemilihan narator juga menjadi alasan besar kenapa buku-buku yang lain ga terlalu menarik perhatian gue. Menurut gue pribadi, narator perempuan kurang bisa membawakan variasi suara yang enak di dengar untuk para karakter prianya. Sebaliknya, kalau narator pria mencoba berubah menjadi karakter perempuan tuh lebih believable aja di telinga.
Haaaaah.. Semoga novel terbarunya Robert Galbraith, yang katanya akan berjudul Lethal White segera rilis. Sementara waktu, nampaknya gue harus puas dinina bobokan oleh detektif dari Belgia yang eksentrik ini.
Ada yang suka Poirot juga? Buku favoritmu yang mana?
Murder on the Orient Express, Curtain.
Curtain bagus yaaa.. suka banget twist nya.. ?
Wah aku penggemar berat Poirot. Penasaran apa rasanya kalau ‘mendengarkan’ beliau instead of ‘membaca’ beliau. Thanks infonya ?
Kalau versi audiobook lebih keliatan karakternya kalau menurutku. Apalagi aksennya itu loh.. ?
Iya tuh, aksennya itu menarik pastinya ?
Hahahahaa, sama banget, aku kalo baca Agatha Christie ya nggak tertarik, entah kenapa..
tapi Indonesia, ada yang aku suka banget Be, karanganya S. Mara GD. menurutku seru banget itu buku detektifnya. Tokohnya namanya Kokasih dan Gozali, indonesia abis ya hahahahaa
Serunya, ada libenang tipis yang menghubungkan antar buku..ttg slice of life nya salah satu karakter
Aku juga suka cerita detektif. Tapi ga fokus ama satu tokoh. Random aja. Jadi harap maklum aku ga tau tokoh yang dirimu ulas ??? Agatha Christy aku pernah baca sekali, tapi ngejlimet kurang suka. Aku pernah gila banget baca karangan S. Mara Gd, mungkin karena kalimatnya mudah dicerna otak aku dan selalu seru bacanya
Samaa jadi sukak banget sama tokoh Poirot pas nonton film ini..
Aah, toss!! Sama banget! Buku favorit dari seri Poirot ya The Murder of Roger Ackroyd. Pinter banget ya, si Tante Christie bikin plot twist 😀 Dan aku pun nggak sabar nungguin buku Robert Galbraith yang terbaru! Eh… salam kenal Be. Maap langsung jawab, bukannya kenalan dulu ^^’
And Then There were None paling favorit. Dulu tahun 90an terjemahannya 10 Anak Negro, sekarang diganti menjadi Lalu Semuanya Lenyap. Mungkin karena kedengarannya rasis ya. Walaupun tidak ada tokoh Poirot di buku ini, saya anggap ini buku Agatha Cristie yang paling bagus. Sekedar info saya sudah baca semua karya detektif dari Agatha Christie.
aku suka semua serienya hercule poirot mbaa. terus jd merembet ke semua novelnya agatha christie kubaca semua. wahahaha tapi tetep hercule poirot yg tetap di hati dan emang Murder At The Orient Express ini yg bener2 melekat kuat deh. pas nonton aku sampai nangis liat endingnya, sampai diketawain temenku. hahahaha